CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
A.
Pendahuluan
Cytomegalovirus
(CMV) merupakan virus DNA yang termasuk dalam genus virus Herpes, yang
menyerang manusia dan mamalia lainnya secara spesifik. CMV merupakan penyebab
tersering yang diketahui dapat menimbulkan infeksi kongenital pada manusia.
Di Amerika
Serikat , CMV menyebabkan infeksi pada 0,2-2.4% dari seluruh bayi lahir hidup.
Kebanyakan bayi yang terinfeksi CMV kongenital tidak menunjukkan gejala saat
lahir, tetapi pada pemeriksaan selanjutnya 5-5% dari bayi tersebut menunjukkan
gejala penyulit seperti tuli sensoris dan retardasi mental. Beberapa peneliti
menyatakan bahwa CMV merupakan virus tersering yang menyebabkan retardasi
mental. Di Indonesia belum banyak diketahui angka kejadian infeksi yang
disebabkan oleh CMV, sekalipun demikian seyogyanya para klinisi, khususnya
dokter anak dan dokter ahli kebidanan dapat member perhatian yang lebih besar
terhadap penyakit ini. (Azhali M.S, Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 319)
B. Epidemiologi
CMV hanya
menyebabkan infeksi pada manusia. Dengan menggunakan mikroskop elektron,
morfologi CMV nampak seperti virus Herpes. Bentuknya sferis dan mempunyai
ukuran antara 64-110 nm. Dalam sitoplasma sel yang diserang, ukurannya akan
bertambah besar menjadi sekitar 100-180 nm. Setelah CMV menempel pada reseptor yang spesifik di
permukaan sel, virus akan menembus membran sel dan kemudian berada dalam
sitoplasma sel dengan dikelilingi oleh vakuola. Dibutuhkan waktu sekitar 2-4
jam setelah virus masuk ke sel untuk
kemudian mengadakan replikasi yang kontinyu dengan pola sintesis DNA. Replikasi
dapat pula terjadi 36-48 jam setelah CMV masuk kedalam sel.
Infeksi CMV
dapat timbul kapan saja tanpa dipengaruhi oleh perubahan musim. Tidak diketahui
vektor yang menyebabkan terjadinya penularan dari satu manusia ke manusia
lainnya. Prevalens infeksi CMV tinggi di Negara sedang berkembang dan kasusnya
banyak dijumpai pada masyarakat sosial ekonomi rendah serta banyak menyerang
kelompok muda. Sumber infeksi adalah urin, secret orofaring, secret vaginal
servikal, semen, ASI, air mata dan darah pasien. (Azhali M.S, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 320)
C. Penyebaran Infeksi CMV
Penyebaran
infeksi CMV dapat terjadi secara vertikal maupun horizontal. Penyebaran secara
vertikal adalah penyebaran infeksi CMV dari ibu yang sedang hamil kepada janin
dalam kandungannya. Terdapat 3 jenis infeksi CMV pada ibu hamil yaitu , infeksi
primer, reaktivasi dari infeksi laten dan reinfeksi.
Yang dimaksud
dengan infeksi primer adalah infeksi CMV pertama kali, mungkin terjadi waktu
bayi, anak, remaj, atau pada ibu hamil. Reaktivasi atau infeksi rekurens adalah
infeksi laten yang menjadi aktif kembali, sedangkan reinfeksi adalah infeksi
berulang oleh virus galur sama atau berbeda. Virus dapat aktif kembali
(reaktif) pada ibu hamil atau seorang yang sedang menjalani kemoterapi. Pada
ibu hamil, insiden infeksi rekurens lebih sering terjadi dibanding dengan
infeksi primer, tetapi infeksi primer lebih sering menyebabkan infeksi
kongenital.
Beberapa
kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya penyebaran horizontal, yaitu kontak
yang intim dengan pasien , penyebaran melalui tranfusi darah atau
transplantansi jaringan, dan lewat hubungan seksual. Sitomegalovirus mempunyai
daya virulensi rendah, tetapi kontak yang intim dengan kasus infeksi CMV dapat
menyebabkan terjadinya penularan infeksi CMV. Kontak intim melalui air liur dan
urin memungkinkan terjadinya infeksi.
Penyebaran
lewat tranfusi darah atau transplantansijaringan (infeksi nosokomial) ditemukan
1-2 minggu setelah pemberian transfusi darah. Pada pasien yang dilakukan
operasi jantung terbuka, timbul gejala yang khas berupa demam, pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran limpa, ruam, dan ditemukan limfositosis
atipik pada 3% kasus. Dari suatu penelitian didapat insiden infeksi CMV primer
sebesar 7% pada resipien yang menerima
transfusi darah. Gejala infeksi CMV akan timbul 3-12 minggu setelah pemberian
transfusi darah dan 4 minggu sampai 4 bulan setelah dilakukannya transplantasi
jaringan dari donor yang positif
menderita infeksi CMV. Penyebaran melalui hubungan seksual banyak terjadi di
Negara yang sedang berkembang dan menjadi penyebab infeksi CMV orimer. Pernah
seorang peneliti menemukan bahwa virus DNA dari seorang pasien ternyata identik
dengan virus DNA pasangan seksualnya.
Tipe
infeksi CMV dapat dibagi menjadi infeksi yang terjadi pada ibu, bentuknya bisa
primer atau rekurens dan infeksi yang terjadi pada bayi. Bentuk infeksi dapat
berupa kongenital atau perinatal. Infeksi kongenital yaitu infeksi yang terjadi
karena penularan virus dari ibu yang menderita infeksi CMV ke janin yang
dikandungnya melalui plasenta (transplasenta). Sedangkan infeksi perinatal
yaitu infeksi yang terjadi saat bayi baru lahir dan terkontaminasi virus yang
berada dalam jalan lahir, melalui air susu ibu atau melalui transfusi.
(Azhali M.S,
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 320-322)
D. Patogenesis
Sebagian besar
infeksi CMV pada ibu hamil tidak memeberikan gejala. Infeksi CMV kongenital,
30-40% lebih sering ditemukan pada infeksi primer. Selain itu, infeksi rekurens,
bayi yang terkena infeksi kongenital mempunyai gejala klinis yang lebih ringan
dari pada infeksi primer oleh karena imunitas ibu dalam beberapa hal akan
melemahkan infeksi terhadap janin.
Pada kebanyakan
ibu hamil, CMV dapat ditemukan dalam secret serviks dan urin selama kehamilan.
Akan tetapi hasil isolasi CMV dari ibu hamil tersebut dapat negatif walaupun
bayinya menderita infeksi CMV kongenital. Dengan demikian , hasil isolasi CMV
dari urin ibu hamil tidak dapat dijadikan indikator tidak adanya infeksi CMV
kongenital.
Terdapat teori yang menjelaskan
kemungkinan tejadinya infeksi CMV pada janin yang disebabkan reaktifasi infeksi
CMV yang berasal dari endometrium, miometrium dan kanalis servikalis. Teori
yang lain mengatakan, infeki CMV dapat menyebabkan terjadinya infeksi CMV
kongenital. (Azhali M.S, Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak, Hal: 323)
E. Patologi
Cytomegalovirus
dapat menyerang susunan saraf pust, mata, sistem hematopoetik, ginjal, kelenjar
endokrin,saluran cerna, paru dan plasenta. Ukuran sel organ yang diserang akan
menjadi bertambah besar dan inti yang juga membesar, bulat, oval atau berbentuk
ginjal.
Infeksi pada
susunan saraf pusat adalah meningitis atau periependimitis. Infeksi pada SSP
dapat menimbulkan kalsifikasi pada otak. Virus kadang-kadang dapat diisolasi
dari cairan serebrospinal. Sedangkan kelainan pada mata menyebabkan
korioretinitis, neuritis optic, katarak, koloboma dan mikroftalmia. Secara
klinis dapat menimbulkan pembesaran hati dengan kadar bilirubin direk dan
transaminase serum yang meninggi.
Tidak ada bukti
yang menyatakan bahwa lesi patologis hati akan berkembangmenjadi sirosis hati.
Pada ginjal, tidak terjadi perubahan makroskopisk
tetapi secara mikroskopik, inclusion
dapat terlihat pada tubulus distal, collecting
ducts, dan kadang-kadang pada kapsula bowman dan tubulus proksimal. Infeksi
CMV dapat mengenai kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, pankreas dan hipofise
bagian depan. Kelainan paru oleh infeksi CMV dapat menyebabkan reaksi radang
ringan , pneumonitis, tetapi tidak pernah dilaporkan kasus ftal kecuali pada
bayi premature yang mendapat transfuse dari donor darah yang ternyata menderita
infeksi CMV. Kelainan pada darah sistem hematopoetik yang dijumpai pada
trombositopenia dan anemia.
(Azhali M.S,
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 323-324)
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi
klinis infeksi CMV sangat bervariasi, dapat dibagi atas :
1.
Infeksi CMV Kongenital
a.
Infeksi Akut
Gejala
klinis pada infeksi CMV kongenital akut dapat berupa hepatomegali dengan ukuran
dapat mencapai 4-7 cm dibawah arkus kosta kanan, permukaan rata dan tidak nyeri
tekan. Hematomegali dapat berlangsung sampai bayi berusia 2 bulan tetapi dapat
juga ditemukan sampai usia 12 bulan. Seperti hepatomegali, pembesaran limpa
merupakan gejala yang sering ditemukan pada bayi dengan infeksi CMV kongenital. Ukuran limpa dapat
membesar sampai 10-15 cm dibawah arkus aorta sebelah kiri.
Pada infeksi CMV congenital, seringkali
hanya dijumpai splenomegali dan petekia. Ikterus merupakan manifestasi klinis
yang sering ditemukan. Pola hiperbilirubinemia bervariasi, bisa ditemukan
setelah lahir atau bertahap. Ikterus
kadang-kadang dapat terjadi pada masa bayi dini dengan kadar puncak bilirubin
pada bulan ke-3 kehidupan.
Pada infeksi CMV congenital akut, petekia
dapat merupakan satu-satunya gejala klinis yang ditemukan, tetapi lebih sering
ditemukan bersama-sama hepatomegali dan splenomegali. Petekia dapat menetap
sampai beberapa minggu setelah lahir, bahkan petekia dapat timbul karena
menangis, batuk atau tindakan seperti uji
Toniquet setelah anak usia beberapa bulan. Ditemukan adanya pengaruh
langsung CMV terhadap megakarosit dengan akibat enurunnya jumlah trombosit pada
minggu pertama berkisar antara 20.000-60.0000/L. Pada beberapa kasus, petekia
tidak mempunyai hubungan dengan trombositopenia.
Intrauterine growth retardation(IUGR)
telah dilaporkan terjadi pada 40% diantara 34 kasus, sedangkan prematuritas
terjadi pada 34% bayi.dengan infeksi CMV congenital.BB bayi yang menderita
infeksi CMV congenital secara bermakna lebih renda dari bayi sehat. Pada CMV
congenital juga dapat disertai kelainan gigi, klapisan email gigi menjadi tipis
dan gigi menjadi gelap. Pneumonitis jarang dijumpai pada infeksi CMV
congenital, tetapi lebih sering ditemukan pada infeksi prenatal dan pasca
transplantasi.
b.
Penyulit Lanjut dari Infeksi CMV
Kongenital
Tuli
sensoris merupakan kecacatan yang paling sering disebabkan oleh infeksi CMV
Medeari. (dikutip dari Stagno ).
Cytomegalovirus
dapat mengadakan replikasi pada berbagai struktur telinga dalam, seperti pada
membrane Reissner, stria vaskularis, kanalis semilunaris pada organ korti dan
nervus VIII. Pada umumnya tuli sensoris lebih banyak ditemukan pada infeksi congenital
yang simtomatik, tetapi karena sukar melakukan pemeriksaan fungsi pendenganran
pada bayi maka sulit mengatakan berapa banayak kasus infeksi congenital
simptomatik yang menderita kelainan saat lahir atau masa bayi. Hampir 50% kasus
gangguan pendengaran terjadi atau makin meberat stelah umur 1 tahun. kebanyakan
kasusterjadi pada umur 2-3 tahun walaupun beberapa kasus mengalami onset gangguan pendengaran pada umur
yang lebih tua.
CMV
merupaka n virus tersering yang menyebabkan gangguan perkembangan atau
retardasi mental.
2.
Infeksi CMV Perinatal
Masa
inkubasi infeksi CMV perinatal biasanya antara 4-12 minggu. Infeksi CMV
congenital perlu dibedakan dengan perinatal oleh karena infeksi CMV kongenital
mempunyai morbiditas dan gejala sisa yang lebih berarti. Kenanyakan infeksi CMV
perinatal asimtomatik dan berasal dari reaktifasi atau infeksi lekurens oleh
karena mempunyai kadar antibode yang beragam. Manifestasi klinis kebanyakan
berupa pneumonitis yang terjadi pada umur < 4 bulan. Bayi premature dan bayi cukup bulan yang
menderita penyakit lain mempunyai resiko lebih tinggi.
(Azhali
M.S, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 327)
G. Diagnosis
Dalam menegakkan
diagnosis infeksi CMV pada BBL diperlukan berbagai pemeriksaan isolasi virus,
pemeriksaan serologik, pemeriksaan
rheumatoid factor dan pemeriksaan IgM.
a.
Isolasi Virus
Urin lebih
disukai sebagai bahan untuk isolasi virus karena mengandung jumlah virus yang
lebih banyak disbanding air liur.
b.
Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan
untuk mengetahui adanya IgG anti CMV adalah cara complement fixation test, ELISA, anti complement imunofloyresence, radio immunoassay (RIA) dan hemagglutination
indirect.
c.
Pemeriksaan rheumatoid factor
Janin yang
terinfeksi CMV akan memproduksi rheumatoid
factor. Beberapa peneliti bahwa rheumatoid factor dapat menjadi skrining
pada neonatus.
d.
Pemeriksaan IgM
Pemeriksaan
imunoglobin M dapat mengetahui adanya infeksi CMV congenital tetapi mempunya
sensitifitas dan spesifisitas yang rendah.
(Azhali
M.S, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 327-328)
H. Pengobatan
Sampai sekarang
pengobatan CMV belum memuaskan, masih dilakukan penelitian uji klinis untuk
mendapatkan anti virus yang efektif dan tidak toksik. Antivirus yang ada saat
ini dan telah dicoba untuk pengobatan infeksi CMV congenital dan perinatal
adalah idoksiviridae, 5-fluoro-2’-deoksiviridae, sitosin arabinosid, adenine
arabinosid, asiklovir, interferon, interferon stimulator, dan gansiklovir. Di
Amerika Serikat gangsiklovir direkomendasikan untuk pengobatan retinitis dan
koroditis pada infeksi CMV. (Azhali M.S, Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 329)
DAFTAR PUSTAKA
Soedarmo, Sumarmo S.P.,Azhali M.S., Garna, Henry,
dkk., 2002, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak,
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar