Perkembangan Pelayanan Kebidanan di Luar Negeri
(Tugas
Konsep Kebidanan)
A.
Perkembangan
Pelayanan Kebidanan di Negara Belanda
Pada pertengahan abad ke-17 bidan adalah profesi penting
dan dihormati di komunitas kolonial
Belanda. Pada saat itu, kadangkala bidan juga berperan sebagai perawat yang
merawat orang sakit dan sekarat, mengurus jenazah, dan sebagai dokter hewan.
Pada kala itu bidan mendapatkan balas jasa berupa tanah dan rumah, sebagai
penghargaan atas pengabdian mereka. Akan tetapi terdapat berbagai faktor yang
menurunkan derajat bidan di mata masyarakat. Faktor-faktor tersebut mencakup
perilaku religius, kebutuhan ekonomi, pengambilan tugas dan tanggung jawab oleh
dokter, pendidikan yang tidak mendukung dan tidak adanya organisasi kebidanan,
peningkatan jumlah imigran serta status wanita yang direndahkan.
a. Perilaku
Religius
Pada awal abad ke-17 banyak bidan
berasal dari Inggris yang keberadaannya merupakan bantuan dari gereja, sehingga
penilaian moral lebih di tekankan. Seorang bidan dituntut untuk memiliki
karakter atau perilaku yang baik. Bidan tersebut disumpah dan memiliki
kewenangan untuk mendengarkan pengakuan dosa dan melakukan pembaptisan. Akan
tetapi kewenangan itu menimbulkan kontroversi, karena dalam sumpahnya seorang
bidan juga harus bertanya dan memaksa ibu untuk mengatakan ayah sang bayi yang
sebenarnya. Hal ini tentunya dianggap sebagian orang tidak etis. Selain itu,
para bidan di daerah pedesaan seringkali dianggap sebagai seorang penyihir
dikala bayi yang dilahirkan cacat.
b. Kebutuhan
Ekonomi
Pada awal abad ke-18, imbalan yang
diberikan kepada bidan tidak lagi mencukupi. Bidan hidup dalam ekonomi yang
morat marit meskipun mereka tinggal di kota besar. Pada saat itu, tidak ada
lembaga atau organisasi yang mengatur standar upah yang layak bagi bidan.
c. Pengambil
Alihan Tugas dan Tanggung Jawab oleh Dokter
Pada awal abad ke 18, masyarakat
kelas atas lebih percaya pada dokter yang di dominasi oleh pria. Sehingga
mereka meremehkan kebaradaan bidan yang sebagian besar adalah wanita.
d. Pendidikan
yang Tidak Mendukung dan Tidak Adanya Organisasi Kebidanan
Abad ke 18 dan 19 merupakan titik
pesatnya perkembangan dunia medis, keperawatan serta praktek obsetri. Tetapi
sayangnya perkembangan ini tidak dialami profesi kebidanan. Tidak ada sistem
yang terorganisasi untuk pendidikan bagi bidan, kurangnya sekolah formal
kebidanan, tidak adanya organisasi kebidanan dan jurnal ilmiah dalam skala
nasional, serta pengakuan legal terhadap profesi kebidanan membatasi komunikasi
antara sesama bidan sehingga mereka terisolasi satu sama lain.
e. Peningkatan
Jumlah Imigran
Peningkatan imigrasi pada masa
revolusi industri membuat kondisi kebidanan masih tetap sama. Hal ini terjadi
karena banyak bidan imigran yang tidak bisa berbahasa Inggris dan tidak
memiliki akses ke sistem pelayanan kesehatan yang ada khususnya bidan kulit
hitam karena masalah Resisme.
f. Status
Wanita yang Direndahkan
Turunnya pamor bidan dimata
masyarakat di perburuk dengan status wanita yang direndahkan saat itu,. Wanita
dipandang sebagai objek eksploitasi secara ekonomi, dan dianggap tidak kompeten
dalam bidang politik dan sosial. Peran pria yang sangat mendominasi di
masyarakat menjadikan posisi bidan terpojok dan acap kali disalahkan bila
terjadi kematian pada ibu dan bayi.
B.
Perkembangan
Pelayanan Kebidanan di Negara Amerika
Pada
pertengahan abad ke 17, sesuai dengan catatan informasi yang tercatat dalam
catatan dan piagam kota : bidan merupakan profesi penting dalam kehidupan
masyarakat kolonial dan di perlakukan dengan sangat hormat, dan mereka
disediakan rumah, tanah, makanan dan honor sebagai bayaran untuk pelayanan
mereka.
Pada
abad ke 19, para bidan merintis menempuh perjalanan melewati dataran luas
dengan mengendarai wagon tertutup, mengikuti jalur Oregon dan Santa Fe. Sejarah
Mormon mencatat peran terhormat dan fungsi kepahlawanan bidan selama perjalanan
mereka dari Illinois ke Utah pada tahun 1864-1847.Pada tahun 1765 pendidikan
formal untuk bidan mulai dibuka.
Akhir
abad ke 18 banyak kalangan medis berpendapat bahwa secara emosi dan intelektual
wanita tidak dapat belajar dan menerapkan metode obsetrik. Pendapat ini
digunakan untuk menjatuhkan profesi bidan sehingga bidan tidak mempunyai
pendukung, uang, tidak terorganisir dan dianggap tidak professional.
Pada tahun 1770-1820 para wanita di
golongan atas dikota- kota besar melahirkan dengan ditolong oleh “Bidan Pria”
atau Dokter. Bidan hanya melayani persalinan wanita yang tidak mampu membayar
dokter. Pada masa itu juga terjadi perubahan persepsi dimana kelahiran adalah
masalah medis yang harus ditangani dokter.
Hal tersebut di perparah dengan pernyataan dari dokter Joseph de Lee
yang menyatakan bahwa kelahiran merupakan hal yang pathologis dan bidan bidan
tidak mempunyai peran di dalamnya, dan diberlakukan protap pertolongan
persalinan di AS yaitu: (1) diberikannya sedative pada awal inpartu, (2)
membiarkan serviks berdilatasi, (3) memberikan ether pada kala II, (4)
melakukan episiotomy, (5) melahirkan bayi dengan forcep ekstraksi, (6)
memberikan uterustonika, serta (7) menjahit episiotomy. Akibat dari protap
tersebut, angka kematian ibu mencapai 600-700/ 100.000 keluarga.
Perkembangan
kesempatan untuk melakukan praktek klinik kebidanan berjalan lambat hingga
menjelang akhir tahun 1960-an. Namun sebelum tahun 1968 bidan mulai bekerja
pada program perawatan kebidanan Maternal Infant Care (MIC)di kota New
York untuk melakukan praktek
maternalitas di klinik dalam masyarakat yang masih memilikikaitan rumah sakit.
Masa pencerahan untuk profesi bidan
mulai nampak sejak dipublikasikannya hasil penelitian terbaru dari badan
pengawas obat Amerika yang menyatakan bahwa ibu bersalin yang menerima anasthesi dalam dosis tinggi telah
melahirkan anak-anak yang mengalami kemunduran perkembangan psikomotor. Pernyataan
ini menyebabkan: (1) masyarakat mulai tertarik dengan proses persalinan
alamiah,(2) persalinan dilakukan di rumah, dan (3) peran bidan mulai dominan
dalam penanganan persalinan secara alamiah.
Hingga pada tahun 1982 MANA (
Midwife Alliance of North Amerika)
dibentuk untuk meningkatkan komunikasi antar bidan serta membuat peraturan
sebagai dasar kompetensi untuk melindungi bidan.
DAFTAR
PUSTAKA
Estiwidani, Meilani, dkk.(2008). Konsep Kebidanan. EGC. Yogyakarta
Soepardan, Dra. Hj. Suryani. (2007). Konsep Kebidanan. EGC . Jakarta
Sofyan, Mustika,et all. (2004). 50 Tahun IBI Menyongsong Masa Depan Cetakan
ke-III. PP IBI. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar