Rabu, 19 Desember 2012

HERPES SIMPLEKS


HERPES SIMPLEKS

A.    Pendahuluan

Virus Herpes pada manusia meliputi herpes hominis (herpes simpleks), Virus Sitomegalo (cytomegalovirus), virus varicella-zoster dan virus Epstein-Barr. Virus ini selain menyebabkan infeksi yang aktif , dapat juga menetap hidup dalam sel pejamu, menghasilkan infeksi laten yang pada suatu saat dapat mengalami reaktivasi. Virus herpes yang menyebabkan infeksi umum pada mulut dan genital disebut virus herpes simpleks. (Abdul Aziz Syoeaib, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 160)
Baru-baru ini ditemukan herpes-virus human baru, yaitu herpes lymphotropic virus yang dapat merupakan kofaktor pada pathogenesis AIDS dan disebut juga Human herpesvirus 6. Virus ini dapat menimbulkan penyakit mononucleosis, exanthema subitum dan limfadenopati. Di samping herpes virus tersebut yang menyerang manusia, ada juga jenis-jenis herpesvirus yang  menyerang berbagai jenis binatang, diantaranya virus B kera (herpes virus simiae) yang bersifat neutropik dan dapat ditularkan pada menusia dengan jalan gigitan yang dapat menimbulkan penyakit  yang fatal. (R. Sardjito, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Ed.Revisi, Hal: 357)
Dua tipe virus Herpes Simpleks yang diketahui menyebabkan infeksi pada kulit dan lapisan mukosa adalah virus herpes simpleks tipe-1 yang masuk melalui oral dan virus herpes simpleks tipe-2 yang masuk melalui genital. (Abdul Aziz Syoeaib, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 160)

B.     Etiologi

Virus herpes merupakan virus yang relative besar, dan bereplikasi dan berkumpul di dalam inti sel. Kemudian virus ini tumbuh dan menjadi terbungkus dalam bagian inti dan membrane sitoplasma. Virus ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan serologik dan hibridisasi DNA. Sebagian virus herpes secara relatif tidak berhubungan dalam hal antigennya atau homolog DNA. Kecuali kedua virus herpes simpleks , tipe-1 dan 2 yang mirip satu sama lain.

Tabel 1. Herpes Virus Manusia
Herpes simplex virus 1
HSV 1
Herpes simplex 2
HSV 2
Varicella zoster virus
VZV
Cytomegalovirus
CMV
Epstein-Barr virus
EBH
Human herpes type 6
HHV6
Human herpes type 7
HHV7
(Sumber : Straus, 1993)

C.    Transmisi

Infeksi dengan satu atau lebih virus herpes mungkin terjadi dengan segera atau dikemudian hari dari kehidupan manusia. Virus herpes tipe-1 sering menyebar melalui ciuman atau pemindahan saliva. Sebagian besar anak tertular virus tersebut , tetapi bila mereka terhindar, kemudian mereka akan terinfeksi setelah terdapat aktivitas seksual baik melalui kontak oral ke oral maupun oral genital. 2/3 sampai ¾ orang dewasa memiliki antibody terhadap virus herpes simpleks tipe-1, hal ini menunjukkan adanya infeksi sebelumnya. Virus herpes tipe-2 juga tersebar melalui kontak oral-oral dan oral genital, tetapi virus ini paling menyebar melalui kontak genital-genital.
Mungkin hanya 1/3 dari individu yang mengalami infeksi virus tersebut dikenali gejalanya. Secara klinis bukti infeksi dengan virus herpes tipe-2 meningkat, perkiraan kasar menunjukkan meningkat kira-kira 10 kali lipat dari tahun 1965 sampai 1985.
Virus herpes sangat rapuh dan peka terhadap kekeringan dan dapat inaktif akibat panas , detergent, dan pelarut ringan. Membrane mukosa mulut , mata , genital , saluran napas dan anus adalah tempat yang paling siap untuk diinfeksi virus herpes simpleks. Pertahanan pertama uyang kita miliki terhadap virus ini adalah kulit. Tampaknya ketebalan kulit , lapisan tanduk kulit mencegah  masuknya virus. Membrane mukosa tidak memiliki barier yang seperti itu sehingga mudah terinfeksi.(Abdul Aziz Syoeaib, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 161-162)

Tabel 2. Transmisi Virus Herpes pada Manusia
Virus
Transmisi
Portal of entry
Target sel awal
HSV 1
HSV 2
VZV

CMV
EBV
Kontak Langsung
Kontak Langsung
Inhalasi, kontak
Langsung
Saliva, Darah , urin
Semen
Mukosa , kulit
Mukosa, kulit
Sal. Napas, mukosa

Aliran Darah, mukosa
Mukosa, aliran darah
Epitel
Epitel
Epitel

Neutrofil,monosit,dll
Limfosit B, kelenjar ludah
Sumber: Straus, 1993


D.    Patogenesis

Herpes simleks mempunyai tedensi menimbulkan infeksi pada sel yang berasal dari ektodermal dan pada sebagian besar kasus replikasi virus awal terjadi pada tempat masuk, biasanya pada kulit atau membrane mukosa. Sel yang terinfeksi  akan membengkak dengan edema intraseluler dan degenerasi.
Bila infeksi virus herpes mengenai mata, maka akan menimbulkan konjungtivitis atau lebih jelas lagi menghasilkan keratitis. Keratitis dapat minimal tampak opasitas kecil pada kornea dapat juga melebar membentuk gambaran dendrit yang dapat berkembang menjadi ulserasi, jaringan parut dan kebutaan yang nyata. Virus herpes memiliki predileksi untuk sel yang berasal dari ektoderm. Tidak mengherankan bahwa viru tersebut akan menyerang susunan saraf pusat. Ensefalitis dapat menyertai atau mengikuti infeksi HSV, tetapi dapat juga timbul saat terjadinya reaktivasi.
Teori terbaru , berdasarkan pengalaman dan observasi klinis, menunjukkan bahwa HSV tetap laten pada ganglion saraf yang mempersarafi bagian kulit (membrane mukosa) yang pertama kali terkena. Jadi seseorang yang mengalami infeksi HSV berulang hampir selalu mengalami reaktivasi lesi HSV pada daerah yang identik.
Setelah infeksi primer HSV, sebagian besar individu memebentuk suatu respon imun yang sesuai. Munculnya imunitas serum yang spesifik mungkin menghambat penyebaran HSV walaupun pertahanan ini tidak mungkin menghambat keseluruhan infeksi. Cell-mediated immunity (CMI) mungkin penting untuk mengontrol infeksi HSV. Apapun yang menghambat atau mengurangi CMI dapat menimbulkan penyebaran yang luas.(Abdul Aziz Syoeaib, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 164-165)
E.     Manifestasi Klinis
a.       Herpes Neonatus
Herpes neonatus didapat melalui infeksi intrauterine, perinatal atau postnatal. Bayi yang terinfeksi intrauterine memiliki ciri-ciri lesi kulit atau jaringan parut, korioretinitis, mikrosefal atau hidrosefal, tanda-tanda ini dapat dilihat saat lahir. Bayi yang tetap hidup sering memperlihatkan kerusakan neurologik berat , termasuk retardasi  mental, terlambat perkembangan dan defek pengelihatan dan pendengaran.
b.      Herpes Labialis
Merupakan infeksi primer yang menyebabkan terjadinya lesi vesikuler menyeluruh yang berukuran kecil dan berlangsung selama 2-3 minggu. Manifestasi klinis infeksi herpes rekurens terjadi pada kulit atau mukosa. Pada kulit lesi terdiri atas sejumlah vesikel yang berdinding tipis dengan dasar eritema. Vesikel akan pecah dan berkoreng dan menyembuh dalam waktu 7-10 hari tanpa meninggalkan jaringan parut, kecuali jika mengalami serangan berulang dan mengalami infeksi sekunder.
c.       Herpes Genital
Infeksi genital dengan virus herpes paling sering terjadi pada masa remaja dan dewasa muda. Infeksi biasanya disebabkan oleh HVH-2 dan disebarluasan melalui hubungan seksual. Lima dari 10% kasus yang ditemukan berhubungan dengan HVH-1. Pada wanita dewasa, vulva dan vagina dapat turut terlibat dalam proses penyakit, tetapi serviks merupakan tempat infeksi primer. Pada pria, vesikel dan ulkus terdapat pada gland-penis, preputium atau batang penis, sementara skrotum jarang terkena. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa HVH-2 merupakan suatu factor kemungkinan sebagai etiologi karsinoma serviks.
(Abdul Aziz Syoeaib, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 166-169)


F.     Diagnosis
Diagnosis infeksi HSV ditegakkan berdasarkan pola klinis yang khas ditunjang dari hasil pemeriksaan laboratorium.
Tabel 3. Pemeriksaan Laboratorium untuk Diagnosis Infeksi Virus Herpes Simpleks
Metode
Spesimen
Keuntungan
Kerugian
Keterangan
Isolasi virus
Darah, lesi kulit, orofaring, urin, LCS, secret vagina ibu, jaringan biopsi
Metode paling sensitive, dapat mengetahui type virus
Kadangkala specimen perlu diambil selama 5 hari untuk mendapatkan hasil positif
Waktu observasi untuk CPE tergantung pada konsentrasi virus didalam spesimen
(18 jam-5 hari)
Deteksi langsung DFA, atau imunoperoksidase
Lesi kerokan atau biopsy, LCS tidak dapat dipakai, secret genital, aspirasi trakea, BAL
Cepat (jam) sensitifitas 78-88%
Hasil negative dapat dipercaya kecuali sel yang intak ditransfer ke gelas objek
Pengumpulan specimen diambil dari dasar lesi, angkat sel mempergunakan aplikator katin. Patahkan sampel kedalam tabung
Pewarnaan Papanicolou,

Uji Tzanck PCR
Seperti DFA


Serum, lCS, lesi mukokutaneus, biopsy
Murah


Cepat (jam)
Tidak spesifik untuk HSV

Tidak untuk komersial
Seperti DFA
ELISA
Serum

Sensitive untuk pasca infeksi HSV
Uji komersial tidak dapat memebedakan antara HSV-1 dengan HSV-2
Dapat membedakan antara HSV-1 dengan HSV-2 tetapi tidak untuk komersial
Western blot
Serum

Sensitive untuk pasca infeksi, dapat membedakan HSV-1 dengan HSV-2
Tidak untuk komersial

Ket : BAL-bronchalveolar lavage; CPE-cytophatic effect; DFA-direct fluorescent antibody; ELISA enzyme linked immunosorbent assay; HSV-herpes simplex virus; PCR- polymerase chain reaction.
(Sumber : Straus, 1993)

G.    Pengobatan

Beberapa jenis obat yang dianjurkan adalah, obat tropical 5-iodo-2’-deoksiuridin (IDU), adenine arabinosid (vidarabin, ara-A), eter dan 2-deoksi-D glukosa tidak efektif. Obat tropical asiklovir (asikloguanosin; 9-2-hidroksietoksimetil guanine) dapat  menurunkan periode pelepasan virus , tetapi hany aberpengaruh kecil pada gejal penyakit. Pengobatan oral dengan levamisol atau lisin tidak memeprlihatkan hasil efektif.
Obat topical IDU biasanya efektif pada pengobatan keratitis herpes, tetapi tidak berhasil menurunka jumlah dan kecepatan terjadinya kekambuhan. Kortikosteroid topical dapat menyebabkan peningkatan keterlibatan mata dan sebaiknya tidak dipergunakan. (Abdul Aziz Syoeaib, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 171)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar