HERPES SIMPLEKS
A. Pendahuluan
Virus Herpes
pada manusia meliputi herpes hominis
(herpes simpleks), Virus Sitomegalo (cytomegalovirus), virus varicella-zoster dan virus Epstein-Barr.
Virus ini selain menyebabkan infeksi yang aktif , dapat juga menetap hidup
dalam sel pejamu, menghasilkan infeksi laten yang pada suatu saat dapat
mengalami reaktivasi. Virus herpes yang menyebabkan infeksi umum pada mulut dan
genital disebut virus herpes simpleks. (Abdul
Aziz Syoeaib, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 160)
Baru-baru ini
ditemukan herpes-virus human baru, yaitu herpes lymphotropic virus yang dapat
merupakan kofaktor pada pathogenesis AIDS dan disebut juga Human herpesvirus 6.
Virus ini dapat menimbulkan penyakit mononucleosis, exanthema subitum dan
limfadenopati. Di samping herpes virus tersebut yang menyerang manusia, ada
juga jenis-jenis herpesvirus yang
menyerang berbagai jenis binatang, diantaranya virus B kera (herpes
virus simiae) yang bersifat neutropik dan dapat ditularkan pada menusia dengan
jalan gigitan yang dapat menimbulkan penyakit
yang fatal. (R. Sardjito, Buku
Ajar Mikrobiologi Kedokteran Ed.Revisi, Hal: 357)
Dua tipe virus
Herpes Simpleks yang diketahui menyebabkan infeksi pada kulit dan lapisan
mukosa adalah virus herpes simpleks tipe-1 yang masuk melalui oral dan virus
herpes simpleks tipe-2 yang masuk melalui genital. (Abdul Aziz Syoeaib, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 160)
B. Etiologi
Virus herpes
merupakan virus yang relative besar, dan bereplikasi dan berkumpul di dalam
inti sel. Kemudian virus ini tumbuh dan menjadi terbungkus dalam bagian inti
dan membrane sitoplasma. Virus ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan serologik
dan hibridisasi DNA. Sebagian virus herpes secara relatif tidak berhubungan
dalam hal antigennya atau homolog DNA. Kecuali kedua virus herpes simpleks ,
tipe-1 dan 2 yang mirip satu sama lain.
Tabel
1. Herpes Virus Manusia
Herpes simplex virus 1
|
HSV 1
|
Herpes simplex 2
|
HSV 2
|
Varicella zoster virus
|
VZV
|
Cytomegalovirus
|
CMV
|
Epstein-Barr virus
|
EBH
|
Human herpes type 6
|
HHV6
|
Human herpes type 7
|
HHV7
|
(Sumber : Straus, 1993)
C. Transmisi
Infeksi dengan
satu atau lebih virus herpes mungkin terjadi dengan segera atau dikemudian hari
dari kehidupan manusia. Virus herpes tipe-1 sering menyebar melalui ciuman atau
pemindahan saliva. Sebagian besar anak tertular virus tersebut , tetapi bila
mereka terhindar, kemudian mereka akan terinfeksi setelah terdapat aktivitas
seksual baik melalui kontak oral ke oral maupun oral genital. 2/3 sampai ¾
orang dewasa memiliki antibody terhadap virus herpes simpleks tipe-1, hal ini
menunjukkan adanya infeksi sebelumnya. Virus herpes tipe-2 juga tersebar
melalui kontak oral-oral dan oral genital, tetapi virus ini paling menyebar
melalui kontak genital-genital.
Mungkin hanya
1/3 dari individu yang mengalami infeksi virus tersebut dikenali gejalanya.
Secara klinis bukti infeksi dengan virus herpes tipe-2 meningkat, perkiraan
kasar menunjukkan meningkat kira-kira 10 kali lipat dari tahun 1965 sampai
1985.
Virus herpes sangat rapuh dan peka
terhadap kekeringan dan dapat inaktif akibat panas , detergent, dan pelarut
ringan. Membrane mukosa mulut , mata , genital , saluran napas dan anus adalah
tempat yang paling siap untuk diinfeksi virus herpes simpleks. Pertahanan
pertama uyang kita miliki terhadap virus ini adalah kulit. Tampaknya ketebalan
kulit , lapisan tanduk kulit mencegah
masuknya virus. Membrane mukosa tidak memiliki barier yang seperti itu
sehingga mudah terinfeksi.(Abdul Aziz
Syoeaib, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 161-162)
Tabel
2. Transmisi Virus Herpes pada Manusia
Virus
|
Transmisi
|
Portal
of entry
|
Target sel awal
|
HSV 1
HSV 2
VZV
CMV
EBV
|
Kontak Langsung
Kontak Langsung
Inhalasi, kontak
Langsung
Saliva, Darah , urin
Semen
|
Mukosa , kulit
Mukosa, kulit
Sal. Napas, mukosa
Aliran Darah, mukosa
Mukosa, aliran darah
|
Epitel
Epitel
Epitel
Neutrofil,monosit,dll
Limfosit B, kelenjar ludah
|
Sumber: Straus, 1993
D. Patogenesis
Herpes simleks
mempunyai tedensi menimbulkan infeksi pada sel yang berasal dari ektodermal dan
pada sebagian besar kasus replikasi virus awal terjadi pada tempat masuk,
biasanya pada kulit atau membrane mukosa. Sel yang terinfeksi akan membengkak dengan edema intraseluler dan
degenerasi.
Bila infeksi
virus herpes mengenai mata, maka akan menimbulkan konjungtivitis atau lebih
jelas lagi menghasilkan keratitis. Keratitis dapat minimal tampak opasitas
kecil pada kornea dapat juga melebar membentuk gambaran dendrit yang dapat
berkembang menjadi ulserasi, jaringan parut dan kebutaan yang nyata. Virus
herpes memiliki predileksi untuk sel yang berasal dari ektoderm. Tidak
mengherankan bahwa viru tersebut akan menyerang susunan saraf pusat.
Ensefalitis dapat menyertai atau mengikuti infeksi HSV, tetapi dapat juga
timbul saat terjadinya reaktivasi.
Teori terbaru ,
berdasarkan pengalaman dan observasi klinis, menunjukkan bahwa HSV tetap laten pada
ganglion saraf yang mempersarafi bagian kulit (membrane mukosa) yang pertama
kali terkena. Jadi seseorang yang mengalami infeksi HSV berulang hampir selalu
mengalami reaktivasi lesi HSV pada daerah yang identik.
Setelah infeksi primer HSV, sebagian
besar individu memebentuk suatu respon imun yang sesuai. Munculnya imunitas
serum yang spesifik mungkin menghambat penyebaran HSV walaupun pertahanan ini
tidak mungkin menghambat keseluruhan infeksi. Cell-mediated immunity (CMI) mungkin penting untuk mengontrol
infeksi HSV. Apapun yang menghambat atau mengurangi CMI dapat menimbulkan
penyebaran yang luas.(Abdul Aziz Syoeaib,
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 164-165)
E.
Manifestasi
Klinis
a. Herpes
Neonatus
Herpes neonatus didapat
melalui infeksi intrauterine, perinatal atau postnatal. Bayi yang terinfeksi
intrauterine memiliki ciri-ciri lesi kulit atau jaringan parut, korioretinitis,
mikrosefal atau hidrosefal, tanda-tanda ini dapat dilihat saat lahir. Bayi yang
tetap hidup sering memperlihatkan kerusakan neurologik berat , termasuk
retardasi mental, terlambat perkembangan
dan defek pengelihatan dan pendengaran.
b. Herpes
Labialis
Merupakan infeksi
primer yang menyebabkan terjadinya lesi vesikuler menyeluruh yang berukuran
kecil dan berlangsung selama 2-3 minggu. Manifestasi klinis infeksi herpes
rekurens terjadi pada kulit atau mukosa. Pada kulit lesi terdiri atas sejumlah
vesikel yang berdinding tipis dengan dasar eritema. Vesikel akan pecah dan
berkoreng dan menyembuh dalam waktu 7-10 hari tanpa meninggalkan jaringan
parut, kecuali jika mengalami serangan berulang dan mengalami infeksi sekunder.
c. Herpes
Genital
Infeksi genital dengan
virus herpes paling sering terjadi pada masa remaja dan dewasa muda. Infeksi
biasanya disebabkan oleh HVH-2 dan disebarluasan melalui hubungan seksual. Lima
dari 10% kasus yang ditemukan berhubungan dengan HVH-1. Pada wanita dewasa, vulva
dan vagina dapat turut terlibat dalam proses penyakit, tetapi serviks merupakan
tempat infeksi primer. Pada pria, vesikel dan ulkus terdapat pada gland-penis,
preputium atau batang penis, sementara skrotum jarang terkena. Bukti-bukti yang
ada menunjukkan bahwa HVH-2 merupakan suatu factor kemungkinan sebagai etiologi
karsinoma serviks.
(Abdul
Aziz Syoeaib, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 166-169)
F.
Diagnosis
Diagnosis
infeksi HSV ditegakkan berdasarkan pola klinis yang khas ditunjang dari hasil
pemeriksaan laboratorium.
Tabel 3. Pemeriksaan Laboratorium untuk Diagnosis
Infeksi Virus Herpes Simpleks
Metode
|
Spesimen
|
Keuntungan
|
Kerugian
|
Keterangan
|
Isolasi virus
|
Darah, lesi kulit, orofaring, urin, LCS, secret
vagina ibu, jaringan biopsi
|
Metode paling sensitive, dapat mengetahui type
virus
|
Kadangkala specimen perlu diambil selama 5 hari
untuk mendapatkan hasil positif
|
Waktu observasi untuk CPE tergantung pada
konsentrasi virus didalam spesimen
(18 jam-5 hari)
|
Deteksi langsung DFA, atau
imunoperoksidase
|
Lesi
kerokan atau biopsy, LCS tidak dapat dipakai, secret genital, aspirasi
trakea, BAL
|
Cepat
(jam) sensitifitas 78-88%
|
Hasil
negative dapat dipercaya kecuali sel yang intak ditransfer ke gelas objek
|
Pengumpulan
specimen diambil dari dasar lesi, angkat sel mempergunakan aplikator katin.
Patahkan sampel kedalam tabung
|
Pewarnaan Papanicolou,
Uji Tzanck PCR
|
Seperti DFA
Serum, lCS, lesi mukokutaneus, biopsy
|
Murah
Cepat (jam)
|
Tidak spesifik untuk HSV
Tidak untuk komersial
|
Seperti DFA
|
ELISA
|
Serum
|
Sensitive
untuk pasca infeksi HSV
|
Uji
komersial tidak dapat memebedakan antara HSV-1 dengan HSV-2
|
Dapat
membedakan antara HSV-1 dengan HSV-2 tetapi tidak untuk komersial
|
Western
blot
|
Serum
|
Sensitive untuk pasca infeksi, dapat membedakan
HSV-1 dengan HSV-2
|
Tidak untuk komersial
|
|
Ket : BAL-bronchalveolar
lavage; CPE-cytophatic effect;
DFA-direct fluorescent antibody;
ELISA enzyme linked immunosorbent assay;
HSV-herpes simplex virus; PCR- polymerase chain reaction.
(Sumber : Straus, 1993)
G. Pengobatan
Beberapa jenis
obat yang dianjurkan adalah, obat tropical 5-iodo-2’-deoksiuridin (IDU),
adenine arabinosid (vidarabin, ara-A), eter dan 2-deoksi-D glukosa tidak
efektif. Obat tropical asiklovir (asikloguanosin; 9-2-hidroksietoksimetil
guanine) dapat menurunkan periode
pelepasan virus , tetapi hany aberpengaruh kecil pada gejal penyakit.
Pengobatan oral dengan levamisol atau lisin tidak memeprlihatkan hasil efektif.
Obat
topical IDU biasanya efektif pada pengobatan keratitis herpes, tetapi tidak
berhasil menurunka jumlah dan kecepatan terjadinya kekambuhan. Kortikosteroid
topical dapat menyebabkan peningkatan keterlibatan mata dan sebaiknya tidak
dipergunakan. (Abdul Aziz Syoeaib, Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Hal: 171)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar